#BukuCiamik : Beauty and Sadness (Yasunari Kawabata)
Sepertinya, gue mulai nyaman dengan masa karantina ini. Hmmm.
Sungguhan, gue jadi bisa menyelesaikan tuntutan baca buku-buku yang selama ini terlantar. Ya, gue sok-sok melebel diri dengan sebutan Tsundoku, istilah berasal dari negara Jepang dengan makna orang yang gemar membeli buku. Beli buku beda lagi dengan membacanya....
Bicara soal Jepang dan buku, gue baru saja menyelesaikan satu novel berjudul "Beauty and Sadness" karya Sastrawan klasik asal Jepang, Yasunari Kawabata. Ini novel lama, kalau tidak salah dibuat tahun 1964.
Karena karantina ini, gue jadi lebih sering buka olshop yang jual buku-buku online. Waktu itu sengaja ngincer novel biar cepet kelar bacanya, benar-benar untuk hiburan. Lagi nyari novel karya John Steinbeck, eh ga sengaja liat novel ini. Karena waktu itu memang gue lagi nyari buku-buku di list karya sastra klasik sih jadi si Kawabata ini muncul. Baik John Steinbeck dan Yasunari Kawabata, keduanya Penulis terkenal di jaman-jaman Perang Dunia II, bahkan mungkin sampai saat ini.
Dan, karena judul dan sinopsisnya, gue jadi tertarik sama buku ini. Ditambah gue nyari latar belakang si Yasunari Kawabata, gue makin-makin bertekad untuk beli.
Dan, karena judul dan sinopsisnya, gue jadi tertarik sama buku ini. Ditambah gue nyari latar belakang si Yasunari Kawabata, gue makin-makin bertekad untuk beli.
Sebagai orang yang menaruh novel menjadi pilihan kedua dari daftar bacaan yang harus dibaca, gue akui, setelah membaca karya Kawabata ini, gue jadi sedikit goyah sama tindakan prinsipil gue yang tadi. Jujur, gue ketagihan bacanya dan berencana kepingin beli karya lain milik Yasunari Kawabata.
Novel ini gue selesaikan selama sehari setengah. Lumayan cepet buat gue pribadi, karena gue sering banget bosen baca novel, jadi keseringan lama bacanya heheh.
Gue baca versi terjemahan Indonesia, udah versi terjemahan aja kata-kata, kalimat yang ditulis di novel ini bagus parah. Mungkin versi aseli dan versi Inggrisnya jauh lebih baik. Mungkin.
Kisahnya sendiri mengenai karakter Oki yang selingkuh dengan Otoko. Mereka terpaut usia yang sangat jauh. Kemudian berpisah setelah dua puluh empat tahun lamanya. Oki berencana kembali ingin menemui Otoko, karena Oki masih begitu mencintai Otoko dan begitu juga sebaliknya. Hanya saja, tidak sesimpel itu. Apalagi, ada sosok Keiko dalam kehidupan Otoko yang nantinya juga jadi hadir dalam kehidupan Oki bahkan putranya.
Setelah menyelesaikan novel ini, gue bergumam bahwa sangat pantas jika Yasunari Kawabata meraih penghargaan Nobel karya Sastra. Kata-kata yang disaji di novel ini sangat amat indah dan mampu membawa gue masuk menghayati ceritanya. Ceritanya sendiri seperti menyajikan alur yang kompleks, gelap dan tidak terduga.
Dan yang menarik untuk gue, dari awal baca, Kawabata ini mampu membawa gue seperti ada di Jepang. HAAAAHHH gue jadi makin makin aja kepengen pergi ke negari Sakura itu...
Banyak part-part yang gue suka, dan salah satunya gue upload ke beberapa media sosial hehehe...
HUHUHU SEDIHHHH...... !!!
Setelah gue telusuri, ternyata novel Beauty and Sadness ini jadi novel terkahir si Kawabata sebelum dia meninggal, informasi ini gue peroleh dari artikel The New York Times tahun 1975 yang mereka arsip terus diupload di website mereka. Yasunari Kawabata sendiri dinyatakan meninggal karena bunuh diri meski ga ada bukti pasti bahwa dia memang bunuh diri. Huhuhu sedih.
Novel pertama yang berhasil gue baca berasal dari Jepang, ya novel ini. Dan gue amat sangat tidak menyesal bahkan ketagihan setelah membacanya. Gue bisa bilang kalo novel ini bukanlah novel ecek-ecek sekalipun gue baca hasil terjemahan Indonesia. Tapi nih tapi ada kelemahan juga, ada beberapa kata di dalam novel yang salah ketik:(
Kelemahan itu tidak mengurangi karya indah novel ini. Gue suka quote dalam buku ini yang ditoreh di cover belakang bukunya...
"Bukankah akhir dari sesuatu hal merupakan awal dari hal yang lainnya?"
Comments
Post a Comment